FB_IMG_1457545359600

Sabar Gorky

 

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim : 7)

Setiap manusia pasti mengalami masa yang kurang menyenangkan dalam hidupnya. Ibarat mendaki sebuah gunung kita pasti mendapati jalanan terjal yang harus kita lalui sebelum mencapai puncak dan menikmati indahnya pesona semesta alam. Selalu ada pilihan, apakah kita akan menyerah ketika telah memasuki jalanan terjal tersebut dan kembali ke area camp yang artinya kita tidak akan sampai di puncak, atau kita tetap berusaha menempa diri kita dengan menghadapi kesulitan atau masalah yang ada di hadapan kita. Semua pilihan yang hadirpun memiliki konsekuensi, termasuk saat kita memilih bersabar akan cobaan yang dihadapi serta bersyukur atas segala nikmat yang telah kita dapatkan. Sebagaimana yang tercantum dalam kutipan ayat Al-Qur’an diatas.

IMG_9784

Senantiasa bersyukur atas setiap nikmat dan kesempatan yang kita miliki, begitulah cara Sabar Gorky melalui proses demi proses kehidupannya. Pria kelahiran Solo, 47 tahun yang lalu ini sudah mengukir namanya melalui cabang olahraga panjat tebing di tingkat internasional dan bertekad mendaki tujuh puncak tertinggi dunia di setiap benua atau yang sering disebut dengan seven summit.

Periode Februari-Maret Puncak Ancocagua setinggi 6960 mdpl di Argentina berhasil di taklukan oleh Sabar dan timnya yang beranggotakan 8 orang yang terdiri dari 5 anggota marinir dan 3 awak media. Puncak Ancocagua merupakan puncak keempat setelah sebelumnya Sabar berhasil mencapai Puncak Cartenz (Jayapura), Gunung Elbrus (Rusia), dan Gunung Kilimanjaro (Tanzania). Pendakian tersebut sempat terkendala cuaca ekstrim dengan suhu berkisar minus 10 derajat hingga  minus 20 derajat.

Saat ini banyak orang mengenalnya, bahkan kiprahnya bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Namun prestasi dan pengakuan yang datang dari berbagai kalangan ini tak serta merta di dapatkan begitu saja. Semenjak mengalami kecelakaan kereta usai pendakian gunung sekitar tahun 1990, kini 26 tahun sudah Sabar berusaha mendobrak tanggapan miring orang kepadanya.

“Selama ini penyandang difabel selalu mendapat tanggapan miring. Bahkan kesempatan yang diberikan kepada kami juga tidak sepadan. Hal inilah yang selalu memotivasi saya untuk berjuang agar kaum difabel mendapat pengakuan.” Tutur pelaku “Tur Si Kaki Tunggal” ini.

Pahit manis yang ia jalani tak mengurangi sedikitpun rasa syukurnya kepada Allah. Nama Gorky yang tersemat di belakang nama pemberian orang tuanya itu juga merupakan  symbol dari kesabarannya dalam menjalani kehidupan. Gorky, kata itu mungkin asing di telinga orang Indonesia, karna memang nama tersebut merupakan nama julukan seorang sastrawan Rusia, artinya terdapat kemanisan dalam kepahitan. Setelah berhasil melakukan pendakian di puncak Gunung Elbrus di Rusia, Sabar mendapat tambahan Gorky di belakang namanya yang waktu itu diberikan langsung oleh Kedutaan Besar Indonesia di Rusia.

Saat ini selain terus menggenjot fisiknya untuk mempersiapkan pendakian selanjutnya di Puncak Denali, Amerika Serikat, Sabar juga terus berkiprah di kegiatan sosial khususnya bagi kaum difabel. Tahun 2009 lalu, Sabar resmi mendirikan Federasi Panjat Tebing Difabel Indonesia (FPTDI) yang hingga kini anggotanya telah mencapai 30 orang. Misi besar yang di usungnya untuk memperoleh kesetaraan bagi kaum difabel membuat Sabar terus termotivasi melakukan hal-hal baru.

“Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa masih di beri kesempatan untuk hidup dan menghirup napas dengan gratis. Dinikmati dan dijalani saja prosesnya dengan tekun.”, tutur pria yang memiliki bisnis laundry gedung dan toko perlengkapan outdoor ini.

IMG_9793

Buah dari ketekunan, kerja keras, syukur dan sabar dalam menghadapi proses yang dijalani membuatnya sering didaulat menjadi motivator sekaligus panutan untuk teman-teman difabel. Dukungan penuh dari keluarga terutama sang istri Lenie Indria dan sang buah hati Novalia Eka Sandriani juga menjadi satu semangat tersendiri bagi Sabar untuk terus mendobrak keterbatasan hingga yang awalnya tak mungkin menjadi mungkin. Untuk melepas penat sesekali Sabar pergi ke Gunung Lawu dan melakukan pendakian ringan bersama keluarga kecilnya, meskipun tidak sampai puncaknya namun cukup mengobati rasa rindunya menghirup udara di alam terbuka. Ketiganya memang memiliki hobi yang sama, menghabiskan waktu di alam terbuka. (Setyorini)