Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).
Masjid merupakan pusat peribadatan umat muslim. Masjid memiliki peran sangat penting bagi masyarakat muslim sejak periode nabi Muhammad Saw dan sejak masa awal eksistensi masyarakat muslim di Madinah. Saat pertama kali hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad Saw membangun masjid sebagai upaya konkret yang pertama bagi peradaban Islam. Sejak periode penting ini masjid yang ia bangun dipandang sebagai pusat utama bagi beragam aktifitas masyarakat muslim. Dengan kata lain masjid menjadi pusat komunitas dan naungan bagi segala bentuk program dan aktifitas sosial dan pendidikan masyarakat muslim.
Masjid pada awal sejarah penyebaran Islam memiliki peran penting dan menjadi basis utama bagi segala aktifitas umat muslim dalam proses pengembangan ajaran-ajaran Islam dan berfungsi secara aktif dalam pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Masjid pada periode tersebut tak hanya menjadi tempat suci untuk pelaksanaan ibadah-ibadah yang bersifat mahdhah seperti shalat, berdzikir dan membaca al Qur’an tetapi berfungsi secara lebih luas dan beragam. Terdapat beberapa peranan strategis yang dimiliki masjid abawi , antara lain: sebagai tempat ibadah (shalat, zikir), tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat menerima tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan atau pembelaan agama.
Tak jauh berbeda dengan fungsi masjid jaman Rasulullah, fungsi masjid di Indonesia sejak awal Islam memasuki nusantara juga demikian. Masjid pada masa pra kemerdekaan digunakan sebagai tempat “nyantri”, sebagai pusat dakwah dan segala macam aktivitas masyarakat muslim, serta sebagai pusat pemerintahan. Namun demikian, seiring perkembangan jaman fungsi masjid yang sudah berkembang menjadi salah satu pusat peradaban umat Islam mulai luntur sejak masa kolonialisme Belanda. Satu persatu fungsinya mulai tergerus hingga saat ini stigma yang ada di pikiran kita tentang masjid hanyalah sebagai tempat ibadah semata. Hal ini membuat masjid ditinggalkan jamaahnya, tak jarang masjid-masjid tetap sepi bahkan ketika waktu shalat tiba. Masjid hanya ramai saat bulan Ramadhan tiba, lalu kembali sepi saat memasuki bulan Syawal. Mengapa hari ini “masjid kita” mengalami hal yang demikian? Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian khusus dari berbagai kalangan, ulama, takmir, dan masyarakat perlu bersinergi untuk berupaya memakmurkan masjid.
Membangun kembali peradaban Islam yang unggul berbasis masjid tentu saja bukan persoalan yang mudah. Kita harus memulainya dengan mengembalikan fungsi masjid dengan seperti pada jaman Rasulullah Saw, seperti: sebagai pusat peribadatan (Fungsi Keagamaan), sebagai pusat pemerintahan dan peradaban, sebagai pusat persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah), sebagai pusat pendidikan, sebagai pengumpulan dana (Baitul Mal), dan sebagai simbol persamaan.
Keinginan kembali untuk mengulang sejarah kesuksesan masa lampau membuat sebagian umat mulai sadar tentang arti penting menjadikan masjid sebagai pusat peradaban. Optimalisasi fungsi-fungsi masjid sampai saat ini masih terus dilakukan umat Islam terutama masjid-masjid kota. Misalnya saja di masjid-masjid kota tak hanya diperuntukan sebagai sarana tempat ibadah tetapi pula dilengkapi fasilitas perpustakaan, ruang administrasi, ruang belajar baca tulis Al-Qur`an, ruang diskusi dan seminar, dll. Bahkan pada masjid-masjid tertentu dijadikan sebagai obyek wisata religi yang ramai dikunjungi karena keindahan dan kemegahan arsitektur masjid tersebut, seperti masjid Istiqlal di Jakarta yang diklaim sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, masjid Dian al Mahri di Depok yang terkenal dengan sebutan Masjid Kubah Emas, masjid Agung Semarang yang memiliki payung elektrik seperti masjid Nabawi Madinah dan sebagainya. Meskipun tentu saja harapan kita semuanya tidak hanya bisa berbangga dengan bangunan fisik semata akan tetapi lebih focus terhadap kualitas dan kuantitas jamaahnya.
Salah satu komponen penting dalam pengembangan masjid adalah Remaja Masjid. Remaja masjid menjadi penting untuk menghidupkan masjid karena sifat dasar dari remaja dan pemuda itu sendiri yaitu penuh ide kreatifitas dan inovasi. Sehingga kegiatan masjid akan lebih beraneka dan tidak monoton serta mampu menarik jama’ah dari berbagai kalangan. Yang tidak kalah penting adalah tujuan untuk kaderisasi, generasi muda yang cinta masjid kelak akan menjadi penerus sebagai pengurus masjid. Tidak hanya menjadi pengurus masjid, optimalisasi masjid untuk menghasilkan generasi cinta masjid diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang cinta masjid, seperti halnya sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Dengan seperti itu tak ayal setapak demi setapak kejayaan Islam akan terlihat di depan mata.
Mari bersama-sama mengobarkan spirit memakmurkan MASJID KITA, dan membangun peradaban Islam yang maju melalui masjid. Semoga Allah meridhoi.
Allahu a’lam bish shawab.
Dari berbagai sumber. (Ari Setyorini)