Keluarganya adalah keluarga sederhana, yang terdiri dari ayah, ibu, dan kedua saudaranya. Sekilas tak ada yang berbeda dengan keluarga yang lain. Ayahnya adalah tulang punggung keluarga, beliau dibantu oleh istrinya memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil bertani.
Namun, keadaan berubah ketika sang Ayah sakit, dan akhirnya meninggal dunia saat usianya baru 8 tahun. Tanggung jawab keluargapun dipikul oleh sang ibu. Untuk tetap bisa meneruskan sekolah dan bisa belajar agama dengan baik, Fulan dan adiknya menjadi santri di pondok Aitam sejak 2012 kala itu umurnya sudah 10 tahun.
Fulan memang tak nampak seperti kebanyakan anak di Aitam. Dia cenderung pendiam dan merasa kurang percaya diri. Ia sempat merasa tidak betah dan memendam keinginan pulang kembali ke kampung halaman. Meski begitu, sebenarnya Fulan adalah anak yang baik, hanya saja ia mudah terpengaruh oleh pergaulan buruk beberapa temannya di sekolah, hingga pihak Pondok memutuskan untuk memindahkan sekolahnya. Pergaulan yang kurang tepat tersebut pula yang mendasari aksi nekatnya pulang ke rumah dengan menumpang bus. Namun, kondisi di rumah betul-betul di luar dugaan. Sang ibu terbaring sakit dan sudah tidak bisa mengurus sawah lagi.
Dengan kondisi seperti itu nyaris mustahil jika Fulan ingin meneruskan sekolah di daerahnya. Padahal sejak kecil Fulan memiliki cita-cita menjadi seorang tentara agar ia bisa melindungi dan membela negara. Sungguh siapapun yang mengetahui cita-citanya tak akan tega melihat ia putus harapan, apalagi ibunya. Usai di beri pengertian oleh keluarga dan dibujuk oleh Ustadz dan Ustadzah dari Pondok dia bersedia kembali ke Pondok dan meneruskan sekolahnya di sana.
Setelah kembali ke Pondok, harus diakui jika perilakunya mulai berubah ke arah yang positif. Namun, pada 2015 terputuslah do’a sang ibu kepada Fulan dan kedua saudaranya, ya… ibunya telah menghadap Sang Kuasa saat ia berusia 13 tahun.
Fulan kini duduk di bangku SMP dan dia sudah mampu menghafal 2 juz Al-Qur’an. Dengan pembinaan dan kasih sayang dia terus berusaha memperbaiki dirinya, belajar akademik, belajar tahfidz Qur’an agar mampu memberikan mahkota terindah kepada kedua orang tuanya di akhirat kelak. Tapi dengan keadaan seperti ini apakah dia bisa meraih cita-citanya?
Menjadi yatim memang bukan pilihan, tapi menggalang kepedulian dan cinta kasih kepada anak yatim adalah kewajiban setiap muslim. Ayo bantu anak-anak yatim di sekitar kita menggapai mimpinya!
Kita satu Aksi dalam Gerakan Openi Aitam. Openi (One Person One Yatim) Aitam adalah program orang tua asuh bagi anak yatim binaan Yayasan Aitam Indonesia. Cukup berinfak Rp. 500.000,-/bulan anda turut mengukir senyum 1 orang anak yatim untuk memenuhi kebutuhan sekolah, tambahan gizi, dan pembinaannya.
#openiaitam
#pesantrenaitam
#majalahaitam
#aitamindonesia
#caringorphans
#sharing_is_charing