Belum lama ini kota Solo menjadi tuan Rumah haul Habib Ali bin Mohammad Al-Habsyi yang diselenggarakan di Masjid Riyadh di kawasan Pasar Kliwon. Acara tahunan yang menjadi magnet bagi umat Muslim dari berbagai daerah ini cukup menyita perhatian. Jamaah tumpah ruah hingga memenuhi sebagian ruas Jalan Kapten Mulyadi meskipun acaranya dipusatkan di Masjid Riyadh. Acara Haul Habib Ali berlangsung pada tanggal 30-31 Januari 2016.
Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf yang dikenal dengan jamaahnya yang membentuk komunitas Syekhermania ini merupakan salah satu putra dari 16 bersaudara, Habib Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf yang juga imam masjid Jami’ Assegaf yang berada di depan Rumah Sakit Islam Kustati Solo. Berawal dari pendidikan yang diberikan langsung oleh ayahandanya, Habib Syekh mendalami ajaran agama dan akhlak leluhurnya. Namun setelah ayahnya meninggal, pendidikan diberikan oleh pamannya yang bernama Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Selain itu beliau juga dekat dan mendapat pendidikan dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi yang merupakan Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi. Melalui beliau kami menelusuri sejarah diadakannya Haul Habib Ali di Kota Solo tercinta ini.
Adalah Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi yang pertama mengadakan haul Habib Ali di Solo sebelum tahun 50-an. Beliau merupakan putra bungsu dari Habib Ali. Haul sendiri merupakan peringatan kematian seorang ulama atau pemuka agama setiap tahunnya yang di dasarkan pada penanggalan Hijriyah. Ribuan jamaah yang hadir tidak hanya berasal dari wilayah Solo maupun Pulau Jawa, tak sedikit pula jamaah yang hadir berasal dari luar pulau bahkan mancanegara. Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf atau yang akrab disapa Habib Syekh menuturkan bahwa kecintaan jamaah kepada para ulama, para wali, kecintaan kepada ilmu serta keinginan bersilaturahmi dengan saudara-saudaranya sesama muslimlah yang membuat ratusan ribu jamaah berduyun-duyun hadir di Kota Solo untuk ikut melantunkan doa serta bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
“Sebagai tuan rumah yang baik kita harus menjamu tamu kita dan memperlakukannya dengan baik. Apalagi mereka datang untuk menuntut ilmu.” Tutur Habib Syekh.
Menjamu tamu merupakan salah satu ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau kemudian menuturkan bahwa terdapat beberapa ajaran-ajaran utama yang penting untuk diberikan kepada anak-anak kita. Ajaran-ajaran itu diantaranya: mendidik anak untuk mencintai Tuhannya, mencintai Rasul, sahabat, dan para ulama serta mencintai dan mengamalkan Al-Qur’an.
Diantara ketiga ajaran tersebut kita wajib memberi perhatian khusus pada ajaran yang kedua. Sebab, Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang memiliki tugas menyempurnakan akhlak manusia. Ketika diajarkan untuk mencintai dan meneladani sikap Rasul maka secara tak langsung kita telah mengajarkan kepada anak untuk mengenal siapa Tuhannya dan bagaimana dia harus bersikap di kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an yang diberikan kepada Muhammad merupakan rahmat kepada alam semesta, dan pedoman hidup yang paling utama kepada seluruh umat manusia. Dengan mengenalkan dan mempelajari bagaimana Rasul mengamalkan Al-Qur’an dan kisah-kisah disaat Al-Qur’an diturunkan akan membuat anak semakin mencintai Al-Qur’an dan mengamalkannya.
“Kalau setiap anak dididik demikian tentunya tidak akan ada lagi sikap saling mencaci dan menjelek-jelekkan orang lain seperti yang kita lihat dan dengar dari media maupun di kehidupan sehari-hari. Karna Rasul tidak pernah mengajarkan mencaci atau bahkan berkata kasar”, beliau menambahkan.
Begitu pula sikap kita terhadap anak yatim, mereka semua harus di didik sebagaimana kita mendidik anak kita sendiri. Mereka yang bahkan telah kehilangan satu atau mungkin kedua orangtua mereka di masa sebelum akhil baliq tentu saja tidak dapat mendapat pendidikan dasar dari orangtua yang lengkap. Sebagaimana sabda Rasul “Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga kelak”, sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan telunjuknya. (H.R. Bukhari). Di sisi lain selama ini banyak disajikan kepada kita kegiatan yang diselenggarakan untuk anak yatim yang hanya berujung pada donasi semata. Padahal diluar kebutuhan finansial yang harus dicukupi, kita wajib juga memberikan pendidikan yang sebaik-baiknya, sebab pendidikan yang baik dapat membentuknya menjadi anak mandiri dan berkualitas secara akhlaq maupun intelektual. Rasulullah mencontohkan dengan mengangkat dan menganggapnya sebagaimana anaknya sendiri.
“Anggaplah anak yatim itu seperti anak kita sendiri. Sayangi mereka, tidak dilebih-lebihkan dan tidak dikurang-kurangi, cukupkan kebutuhan mereka. Terutama kebutuhan akan pendidikan yang baik, agar mereka dapat mandiri.” Tutur Habib melengkapi.
Habib Syekh dikenal dengan dakwahnya melalui sholawat juga menuturkan pentingnya mengajarkan kepada anak untuk cinta kepada Rasulullah SAW sejak dini. Melalui lantunan nada dengan syair yang kental dengan pujian kepada Nabi Muhammad SAW beliau mensyiarkan cinta Rasul kepada seluruh umat. Hingga saat ini beliau telah memiliki 11 album. Lagu dan syair yang beliau ciptakan tak hanya berbahasa Arab saja, namun juga Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Diakhir sesi wawancara beliau menyampaikan sebuah pesan kepada umat muslim agar muslim satu dengan muslim yang lainnya harus saling tolong menolong. Muslim satu dengan muslim yang lainnya ibarat sebuah bangunan. Masing-masing memiliki fungsi dan memegang peranan masing-masing. Apabila satu bagian rusak bahkan roboh maka bagian yang lain akan mendapatkan dampaknya juga. Sehingga sebagai saudara sesama muslim kita wajib saling tolong menolong dan membantu bila saudara kita yang lain sedang mengalami kesusahan. Membantu tidak hanya soal uang, kita dapat mendo’akan sesama saudara sebagai sebuah wujud rasa cinta dan toleransi kita sebagai seorang muslim. “Sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi yang lain.”, begitu tutur beliau. Begitu pentingnya kita mempererat kembali jalinan Ukhuwah Islamiyah diantara sesama muslim, agar kita tak mudah terpecah belah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mari menebar sholawat, menebar rasa cinta pada Rasul, menebar persaudaraan, untuk menuai kedamaian. (A. Setyorini)