Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Disamping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat dakwah, kepentingan sosial dan lain sebagainya.

Meskipun demikian ini tidak berarti bahwa setiap masjid di tanah air sudah dikelola dan dimanfaatkan dengan maksimal. Masih ada beberapa masjid yang pengelolaannya masih memprihatinkan dan bahkan sepi ditinggalkan jamaahnya. Kisah berbeda mampu di torehkan oleh masjid Jogokariyan.

Masjid Jogokariyan dulunya adalah sebuah langgar kecil di Kampung Pinggiran selatan kota Jogjakarta. Mungkin sudah banyak pembaca yang mengetahui mengenai kisah masjid yang diberi nama sesuai tempat berdirinya ini, namun yang perlu di pelajari adalah bagaimana langgar kecil di kampung itu sekarang bisa menjelma menjadi masjid percontohan nasional. Bertempat di Majid Nurul Iman Kalitan, Solo pada Kamis, 16 Juni lalu Yayasan Aitam Indonesia mengadakan sarasehan manajemen masjid ala Rasul. Kegiatan yang diikuti oleh takmir masjid se-soloraya ini diharapkan mampu menjadi penawar dari berbagai masalah yang sering kali di alami oleh takmir masjid.

Ustadz Suharyanto, S. E., perwakilan dari masjid Jogokariyan menjadi pembicara hari itu menuturkan bahwa dalam memulai memanajemen masjid itu melalui tiga tahapan, yakni how to image, how to manage, dan how to make success.

How to image

Banyak masjid megah berdiri, akan tetapi disaat waktu sholat tiba, jamaah yang hadir untuk sholat jamaah di masjid berbanding terbalik dengan luas bangunannya. Mungkin kejadian tersebut tidak hanya terjadi di satu dua masjid saja, kejadian serupa bisa saja sudah dianggap lumrah oleh sebagian kalangan. Apabila demikian maka semakin lama masjid akan ditinggalkan jamaahnya.

Masjid adalah tempat ibadah umat muslim, akan tetapi menjadikan masjid menjadi Islamic Centre atau pusat kegiatan keislaman dan kemasyarakatan sebagaimana jaman Rasulullah Saw dulu mungkin bisa menjadi solusi. Fungsi masjid di jaman Rasul itu diantaranya: sebagai pusat pendidikan, pusat peribadatan, pusat informasi masyarakat, menerima tamu-tamu Negara, ruang tunggu resmi tamu-tamu Rasulullah, pusat pengumpulan dan distribusi zakat, infaq, dan shodaqoh, tempat mengatur kegiatan masyarakat Islam, dll.

Menjadi pusat berbagai kegiatan umat akan membuat banyak masyarakat kembali ke masjid, tergantung bagaimana kita bisa mencitrakan masjid yang kita bina.

 

How to manage

Dalam memanajemen masjidnya Jogokariyan menerapkan beberapa langkah berikut: menentukan wilayah dakwah masjid, melakukan pendataan jamaah masjid, merencanakan kegiatan masjid, mensosialisasikan kegiatan masjid, serta membuat laporan kegiatan masjid. Dalam penerapannya, manajemen masjid juga harus memegang prinsip-prinsip utama seperti: melayani, memahamkan, mensosialisasikan, dan mempertanggungjawabkan.

Kegiatan-kegiatan pelayanan yang dilaksanakan juga harus jeli dalam membidik potensi dalam masyarakat, agar dapat kembali mendekatkan warga ke masjid dan familier dengan masjid. Bentuk-bentuk pelayanan itu dapat berupa: pelayanan kesehatan, pendidikan, kesenian, sosial, dll. Selain mampu memanajemen kegiatan untuk jamaah, masjid juga harus mampu memanajemen laporan kegiatan masjid.

“Laporan masjid, khususnya keuangan haruslah transparan dan jelas. Infak kegiatan dipakai untuk biaya kegiatan, tidak dipakai untuk lain-lain.”, jawab ustadz Suharyanto saat menjawab pertanyaan peserta terkait manajemen laporan keuangan.

Saraseham Takmr Masjid

How to make succses

Tak hanya melakukan pelayanan, masjid Jogokariyan juga memberikan pembinaan kepada remaja masjid, dan juga TPA. Khususnya remaja masjid sering diberikan training dan pembinaan, karena mereka adalah kader-kader yang disiapkan untuk memimpin di masa yang akan datang. Pembinaan juga tak hanya kepada remaja masjid atau TPA saja, akan tetapi juga kepada masyarakat umum dengan tingkatan berbeda-beda, mulai dari sederhana, mudah, dan ringan.

Selain pembinaan, rahasia sukses Jogokariyan juga terletak pada sistem pendanaannya. Sejak tahun 2000 masjid ini melakukan gebrakan dengan melaunching gerakan infak mandiri. Langkahnya dengan menghitung pengeluaran selama setahun kemudian dibagi per bulan dan per pekan. Kemudian bagi pengeluaran per pekan dengan kapasitas masjid, dari sana diperoleh angka infak mandiri. Angka tersebut kemudian dijadikan patokan angka infak per pekan, yang berarti orang yang berinfak dengan angka tersebut merupakan jamaah mandiri. Jika lebih, maka telah membantu yang lain. dan jika kurang berarti, ibadahnya masih di subsidi oleh orang lain. Gerakan infak mandiri ini terbukti mampu menaikkan perolehan infak masjid Jogokariyan yang pada akhirnya juga di fungsikan untuk kegiatan umat.

Praktiknya di lapangan memang mengalami banyak kendala dalam memanajemen masjid, baik segi teknis maupun non teknis. Karena masing-masing daerah memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing, ada baiknya berbagai tips tersebut selain di ATP (Amati Tiru Persis) tetapi juga di ATM (Amati Tiru Modifikasi) sesuai dengan karakteristik daerah dan jamaah masing-masing.

Semoga dengan terselenggaranya kegiatan ini para takmir/pengurus Masjid dapat mengelola Masjid dengan baik, terawat kebersihan, kesehatan dan keindahannya. Terorganisir dengan manajemen yang baik serta mampu menjadi tempat kegiatan keislaman dan kemasyarakatan. Sebagaimana kata pepatah “Dari Masjid Kejayaan Bermula”.

(Setyorini)