Sebagai manusia normal, memiliki mimpi, cita-cita dan tujuan dalam hidup merupakan hal yang lumrah. Bahkan demi mewujudkan mimpi atau cita-cita tersebut, manusia rela melakukan segalanya. Bekerja keras setiap hari, belajar hingga larut malam, kehilangan waktu berkumpul dan bersenang-senang dengan kawan, keluarga dan masih banyak lagi perjuangan yang dilakukan untuk mengubah sebuah mimpi menjadi kenyataan,  untuk bisa mencapai apa yang menjadi akhir tujuan hidupnya.

Tetapi kerja keras dan perjuangan sepenuh hati saja tidak cukup, terkadang duri, kerikil dan bahkan badai tidak bosan menghantam. Mematahkan semangat, memutuskan harapan. Maka sudah selayaknya manusia melengkapi ikhtiar atau usahanya dengan doa dan tawakal kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Manusia tidak boleh lupa bahwa takdir hidupnya ada dalam genggaman dzat yang maha sempurna, yaitu Allah subhanahu wa ta‘ala yang kekuasaanNya meliputi seluruh alam semesta.

Doa adalah bentuk pengakuan akan betapa lemah dan tidak berdayanya manusia tanpa rahmat dan kasih sayang Allah subhanahu wa ta‘ala. Sedangkan tawakal, yang artinya menyandarkan, memasrahkan seluruh urusan dan seluruh permasalahan dalam hidupnya kepada Allah setelah berikhtiar/berusaha sesuai syariat, menjadikan seseorang menjadi ridha dan ikhlas terhadap setiap ketentuan dan takdir Allah. Sehingga ia bisa merasakan kelezatan dan kemanisan iman sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya” (HR Muslim)

Dalam dalam kitab “Fiqhul asma-il husna” bahwa Makna “ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan dicegah-Nya. Inilah syarat untuk mencapai tingkatan ridha kepada-Nya sebagai Rabb secara utuh dan sepenuhnya

Dengan manusia ridha terhadap ketentuan Allah maka manusia juga akan terhindar dari rasa putus asa ketika ikhtiar dan doanya tidak kunjung dikabulkan. Dan yang tidak kalah penting adalah, tawakal menjadi sebab seorang hamba dicukupkan segala apa yang menjadi keperluannya, sebagaimana firman Allah dalam surat ath-Thalaaq:2-3:

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya

Allah subhanahu wa ta’ala itu “Al Aliim”, Maha Mengetahui. Allah yang paling tahu apa yang kita butuhkan dan Allah yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita, sedangkan kita, manusia tidak mengetahuinya. Ini sesuai dengan firman Allah ; “…Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah: 216).

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membimbing dan memudahkan hati kita untuk senantiasa bertawakal kepadaNya, sehingga kita peroleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.