Tak sedikit orang tua mengeluh dan mengatakan betapa susahnya membangunkan anak shalat atau mengajaknya ke masjid. Di bawah ini ada empat kiat, semoga anak kita menjadi rajin ke masjid.

Pertama, Ayah Rajin ke Masjid

Para ayah haruslah seorang yang sering pergi ke masjid. Tauladan yang paling berpengaruh bagi si buah hati adalah dari sang ayah itu sendiri. Di samping untuk memberi contoh anak, jamaah ke masjid bagi laki-laki hukumnya wajib atau sekurang-kurangnya sunnah muakkad (sangat ditekankan). Jika hal ini bisa diwujudkan, seorang ayah mendapat 2 pahala: pahala berjamaah dan pahala mendidik anak.

Menurut para ahli ilmu, menshalihkan diri sendiri adalah jurus paling jitu untuk menshalihkan anak. Dalam surat al-Kahfi Allah menceritakan tentang kisah Musa dan Khidhir ‘Alaihissalam di mana Khidhir memperbaiki rumah seorang anak yatim atas perintah Allah dengan hikmah yang Dia ketahui. Padahal penduduk setempat enggan menjamu Khidir ‘Alahissalam dan Musa ‘Alaihissalam. Musa ‘Alaihissalam tidak mengetahui hikmah itu sehingga beliau menegur Khidhir atas perbuatan itu. Kemudian Khidir ‘Alaihissalam menjelaskan kepada Musa hakikat sebenarnya permasalahan itu lalu tahulah Musa rahasia dari hikmah agung tersebut. Allah menceritakan:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 82)

Yang menarik di sini, Allah menjaga anak yatim itu dari keburukan sebab apa? Sebab keshalihan orang tuanya! Ini menunjukkan, ayah yang shalih dan rajin ke masjid adalah pemicu utama anak menjadi shalih dan rajin ke masjid, setelah taufik dari Allah.

 

Diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Kedua anak yatim itu dijaga Allah sebab keshalihan orang tuanya dan tidak disinggung kedua yatim itu anak shalih. Ayah di sini adalah ayah ke-7 (kakek buyut).” (Tafsir Ibnu Katsir V/186-187)

Kedua, Banyak Berdoa pada Allah

Segala sesuatu terjadi atas izin, kehendak, dan kuasa Allah Subhanahu Wata’ala. Sangat mudah bagi Allah menjadikan anak rajin ke masjid tanpa sebab apapun. Maka perbanyaklah berdoa, wahai para ayah yang shalih! Inilah teladan para Nabi dan Rasul terhadap anak-anak mereka:

Doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim [14]: 40)

Do’a Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam:

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Wahai Rabb-ku, berilah aku dari sisi-Mu seorang keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar segala do’a.” (QS. Alî Imrân [3]: 38)

Doa istri Imran:

رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku bernazhar kepada-Mu apa yang ada di dalam perutku sebagai muharrar, maka terimalah dariku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: Ali Imrân [3]: 35)

Muharrar artinya seorang yang ikhlas dan totalitas dalam beribadah, juga sebagai khidmah Baitul Maqdis. (Tafsîr Ibnu Katsîr II/33).

Doa Ibadurrahman (hamba-hamba Allah):

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Wahai Rabb kami jadikanlah istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk pandangan, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang beriman.” (QS. Al-Furqân [25]: 74)

Ketiga, Beri Apresiasi atau Hadiah

Anak kecil memiliki tabiat sangat suka dan gembira diberi hadiah, terutama makanan dan mainan. Jika belum memungkinkan ayah memberi hadiah, minimal dipuji dengan pujian yang baik dan menyemangati agar terus ke masjid.

Imam Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam Kitabnya al-Hilyah menceritakan bahwa zaman dulu jika anak-anak kecil ikut shalat berjamaah maka mereka disuruh berbaris rapi usai shalat. Lalu orang kaya dari jamaah masjid memberi hadiah uang kepada anak-anak yang ikut jamaah di masjid.

Ini perkara baik dan tidak menafikan keikhlasan, karena ikhlas itu perlu dibiasakan dan dipicu, apalagi anak kecil yang terkadang tidak paham makna ikhlas. Lambat laun mereka akan terbiasa dengan masjid lalu keikhlasan akan tumbuh beriringan dengan kedewasaan mereka.

Keempat, Ibu Selalu Ingatkan Anak Waktu Shalat

Peran ibu sangatlah penting di sini. Mereka menempati posisi sakral (suci/penting) di benak si buah hati. Ucapan seorang ibu lebih berharga di sisi anak daripada ucapan ribuan manusia. Jika setiap hari seorang ibu senantiasa mengingatkan anaknya waktu shalat saat adzan bergema, tentu si anak akan tahu akan pentingnya peringatan ibu ini. Jika telah terbiasa mendengar ini, boleh jadi si anak sudah berangkat dulu sebelum diingatkan sang ibu.

Contoh ibu teladan adalah ibu Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bercerita, “Ibundakulah yang telah menuntun diriku hingga aku hafal Al-Qur’an ketika masih berusia sepuluh tahun. Dia selalu membangunkan aku jauh lebih awal sebelum waktu shalat Shubuh tiba, memanaskan air untukku karena cuaca di Baghdad sangat dingin, lalu memakaikan baju dan kami pun menunaikan shalat semampu kami.” (Rasaail Ila Mu’minah, Muhammad bin Riyadh Ahmad). Allahu a’lam.[]

Sumber: majalahmasajid.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *