Ust. HM. Jazir, ASP

 Sejarah Manajemen Masjid Jogokariyan

Ta’mir masjid Jogokariyan bersama para ta’mir lainnya, masuk pada langkah strategis dan praktis. Yaitu dengan konsep Manajemen Masjid- ada di 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, dan Pemberdayaan. Pada konteks Pemetaan, bisa diartikan, setiap Masjid harus memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jama’ah yang terdata. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama’ah mencakup potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, kekuatan dan kelemahan.

Di masjid Jogokariyan, para Ta’mir masjid Jogokariyan, bersama Ustadz HM Jazir ASP, menginisiasi Sensus Masjid. Pendataan tahunan ini menghasilkan Data Base dan Peta Dakwah komprehensif. Data Base dan Peta Dakwah Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK dan warga, pendapatan, pendidikan, dan lainnya, melainkan sampai pada siapa saja yang shalat dan yang belum, yang berjama’ah di Masjid dan yang tidak, yang sudah berqurban dan berzakat di Baitul Maal Masjid Jogokariyan, yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum, yang berkemampuan di bidang apa dan bekerja di mana, dan seterusnya. Detail sekali.

Peta Dakwah Jogokariyan memperlihatkan gambar kampung yang rumah-rumahnya berwarna-warni: hijau, hijau muda, kuning, dan seterusnya, hingga merah. Di tiap rumah, ada juga atribut ikonik: Ka’bah (sudah berhaji), Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci, dan lain-lain. Konfigurasi rumah sekampung itu dipakai untuk mengarahkan para Da’i yang cari rumah.

Data potensi Jama’ah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Segala kebutuhan Masjid Jogokariyan yang bisa disediakan jama’ah, diorder dari jama’ah. Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar tak menyakiti jama’ah yang memiliki bisnis serupa. Ukhuwah umat Islam di Jogokariyan dibangun dengan kuat. Tiap pekan, Masjid Jogokariyan menerima ratusan tamu. Konsumsi untuk para tamu, diorderkan secara bergiliran dari jama’ah yang memiliki rumah makan.

 

Mengundang Jamaah ke Masjid dengan Penuh Hormat

Data jama’ah tersebut digunakan untuk Gerakan Shubuh Berjama’ah. Sehingga, pada 2004, dibuat sebuah terobosan program baru agar para jamaah lebih meramaikan masjid. Caranya, yaitu dengan membuat Undangan Cetak, layaknya pernikahan. Semua undangan ditulis dengan daftar nama. UNDANGAN itu persis berbunyi “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara …. dalam acara Shalat Shubuh Berjama’ah, besok pukul 04.15 WIB di Masjid Jogokariyan..”

Undangan itu dilengkapi hadits-hadits keutamaan Shalat Shubuh. Hasil terobosan program itu cukup menakjubkan. Ada peningkatan jumlah jamaah secara signifikan. Hal itu bisa dilihat ketika jumlah jamaah sholat Shubuh, bisa mencapai sepertiga jumlah jamaah Sholat Jumat.

 

Gerakan Infak Selalu Tersisa Nol Rupiah

Ta’mir masjid Jogokariyan juga membuat sistem keuangan Masjid Jogokariyan yang berbeda dari masjid lainnya. Jika ada Masjid mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaknya jutaan, maka Masjid Jogokariyan selalu berupaya keras agar di tiap pengumuman, saldo infak harus sama dengan NOL! Infak itu ditunggu pahalanya untuk menjadi ’amal shalih, bukan untuk disimpan di rekening Bank.

Ta’mir masjid Jogokariyan memiliki konsep yang sangat humanis dan memikirkan masalah keumatan sehari-hari. Pengumuman infak jutaan akan sangat menyakitkan, ketika tetangga Masjid ada yang tak bisa ke Rumah Sakit sebab tak punya biaya, atau tak bisa sekolah. Ta’mir Masjid Jogokariyan memiliki prinsip, menyakiti jama’ah ialah tragedi da’wah. Dengan pengumuman saldo infak sama dengan NOL, jama’ah lebih semangat mengamanahkan hartanya.

 

Gerakan Jamaah Mandiri

Masjid Jogokariyan pada 2005 juga menginisiasi Gerakan Jama’ah Mandiri. Jumlah biaya setahun dihitung, dibagi 52. Sehingga ketemu biaya setiap pekan. Kemudian, Dibagi lagi dengan kapasitas Masjid; ketemu biaya per-tempat shalat. Lalu disosialisasikan. Jama’ah diberitahu bahwa jika dalam sepekan mereka berinfak dalam jumlah tersebut, maka dia Jama’ah Mandiri. Jika lebih, maka dia Jama’ah Pensubsidi. Jika kurang maka dia Jama’ah Disubsidi.

Gerakan Jama’ah Mandiri ini sukses menaikkan infak pekanan Masjid Jogokariyan hingga 400%. Sebab, ternyata, orang malu jika ibadah saja disubsidi. Demikianlah jika peta, data, dan pertanggungjawaban keuangannya transparan (Infak Rp.1000 pun bisa diketahui ke mana alirannya). Tanpa diminta pun, Jama’ah akan berpartisipasi. Tiap kali renovasi, Masjid Jogokariyan berupaya tak membebani jama’ah dengan proposal.

 

Makna Penting Dokumentasi

Caranya, Takmir hanya pasang spanduk, “Mohon Maaf Ibadah Anda Terganggu, Masjid Jogokariyan sedang Kami Renovasi.” Nomer rekening tertera di bawah, ditambah sebuah foto dokumentasi pembangunan masjid Jogokariyan tahun 1967. Gambar dokumentasi itu adalah seorang bapak sepuh berpeci hitam, berbaju batik, dan bersarung sedang mengawasi para tukang mengaduk semen untuk Masjid Jogokariyan.

Makna foto lama ini membantu dalam proses pembangunan masjid di tahun 2002/2003. Ketika Masjid Jogokariyan direnovasi besar-besaran, foto itu dibawa kepada putra si kakek dalam gambar foto. Akhirnya, foto tahun 1967 itu mendorong putra si kakek dalam foto berkenan menyumbang Rp. 1 Milyar dan menjadi Tim Pembangunan Masjid Jogokariyan.

 

Program Skenario Planning

Ta’mir masjid Jogokariyan membuat Skenario planning dalam memajukan da’wah di masjid Jogokariyan. Dalam membuat Skenario Planning, Ta’mir membuat 3 periode. Periode pertama pada tahun 2000-2005. Periode kedua pada tahun 2005-2010. Dan periode ketiga pada tahun 2010-2015.

Skenario planning pada tiap periode memiliki karakteristik yang berbeda. Tetapi, jika ditinjau dari jenis dan jumlah program kerjanya tidak jauh berbeda. Gambaran skenario planning pada setiap periode, antara lain Jogokariyan Islami (2000-2005), dengan mengubah masyarakat dari kaum abangan menuju islami.

Selain itu, pemuda yang suka mabuk di jalan, diarahkan ke masjid. Warga yang belum shalat diajak untuk shalat. Mengajak anak kecil beraktivitas di Masjid. Warga yang shalat di rumah diarahkan shalat di Masjid. Bahkan, menjadikan para pemabuk sebagai keamanan Masjid.

Skenario planning ke dua adalah Jogokariyan Darusalam I pada rentang 2005-2010. Yaitu dengan membiasakan masyarakat untuk berkomunitas di Masjid. Jama’ah subuh menjadi 50% (10 shaf) dari Jama’ah shalat jumatan. Menyejahterakan Jama’ah melalui lumbung Masjid, memperbanyak pelayanan, membuka poliklinik, memberikan bantuan beasiswa, memberikan layanan modal bantuan usaha.

Skenario Planning ke 3 adalah Jogokariyan Darusalam II (2010-2015), yaitu dengan meningkatkan kualitas keagamaan masyarakat. Menuntaskan orang yang belum shalat Jama’ah. Meningkatkan Jama’ah shalat subuh menjadi 75% (14 shaf) dari Jama’ah shalat jumatan. Menjadikan para (eks) pemabuk menjadi bagian dari Masjid (BBM, relawan Masjid, dll).

Masjid Jogokariyan telah benar-benar melaksanakan fungsi sebagai agen perubahan. Jogokariyan yang dulu “Abangan” Komunis kini mejadi masyarakat Islami melalui dakwah berbasis Masjid. Mengembangkan masjid menjadi masjid ideal memang tidaklah mudah, selain strategi dakwah yang bagus juga perlu ketelatenan, dan kekompakan para pengurusnya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh masjid Jogokariyan, proses menuju masjid yang ideal dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.