Oleh: Ahmad Syafiul Anam El Grobogany

Sudah menjadi ketetapan Allah bahwasanya setiap manusia saat masih berada dalam kandungan saat berusia 120 hari telah dikirimkan kepadanya seorang malaikat untuk mencatat ketetapan rezeki, ajal, amal maupun maupun masa depannya apakah tergolong orang yang celaka atau orang yang beruntung. Dari deskripsi ini 2 pelajaran yang bisa kita ambil adalah pertama: Tidak sepantasnya seorang manusia merasa gelisah dengan rezekinya karena Allah telah menetapkan rezeki bagi setiap manusia, tidak ada seorangpun yang akan mati sebelum ia memperoleh seluruh jatah rezekinya. Kedua: Meskipun Allah telah menetapkan bagian rezeki dan masa depan setiap manusia bukan berarti kita kemudian hanya berpangku tangan menunggu nasib dan keberuntungan, dalam banyak ayat Allah sangat menganjurkan manusia untuk selalu beramal, beramal, dan beramal. “Katakanlah beramallah kalian semua maka Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman akan melihat amal kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui ghaib dan nyata maka Dia akan jelaskan kepada kalian apa yang telah kalian lakukan.” (QS. At Taubah: 105)

MENGAPA HARUS REZEKI YANG HALAL?

Dalam kehidupan ini kadang menemukan sebagian orang yang begitu rakus mengejar dunia tanpa mengindahkan halal maupun haram. Ada yang menghalalkan berbagai cara yang penting mencapai tujuan meski harus mengorbankan rasa kemanusiaan. Dua golongan yang dikecam Al Qur’an karena begitu rakusnya kepada dunia adalah Yahudi dan orang-orang musyrik. Maka jangan heran jika mereka begitu rakus kepada dunia; ambil contoh orang-orang Yahudi yang terbiasa melakukan praktek riba khususnya kepada orang-orang non Yahudi.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa mencurahkan usahanya dan bekerja untuk memperoleh rezeki yang halal dan baik. Mengapa kita semua harus mencari rezeki yang halal?

Pertama : Rezeki yang halal dan baik merupakan sesuatu yang diperintahkan kepada semua manusia dan juga kepada para rasul. “Wahai para rasul makanlah dari (makanan-makanan) yang baik dan beramallah yang baik.” (QS. Al Mu’minun: 51).

Kedua: Rezeki yang halal dan baik memberikan keberkahan dalam kehidupan ini. Keberkahan dalam hidup memiliki makna bukan hanya dengan bertambahnya harta semata, tetapi lebih dari itu. Keberkahan hidup menjadikan seseorang semakin dekat dengan Allah SWT, berhasil membawa kesakinahan, kemawaddahan dan kerahmahan keluarga yang dinahkodainya dan mampu menerapkan pendidikan yang baik dan islamy dalam keluarga.

Ketiga: Rezeki yang halal dan baik menjadi salah satu sebab terkabulnya doa. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah pernah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang menghabiskan perjalanan yang panjang dengan wajah kusut berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdoa; Allah tidak mengabulkan doa laki-laki tersebut karena ternyata makanan yang dia makan, minuman yang dia minum dan pakaian yang dipakainya adalah hasil dari barang haram.

Keempat: Rezeki yang halal akan menyebabkan ketentraman dan menjauhkan dari kebencian dan permusuhan. “Sungguh syetan hanyalah ingin menimpakan permusuhan dan kebencian dalam khamr dan judi serta menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat.” (QS. Al Maidah: 91). Jika khamr dan judi yang notabene sesuatu yang diharamkan ditegaskan dalam ayat tersebut sebagai penyebab permusuhan dan kebencian maka secara otomatis setiap perkara yang halal akan menyebabkan keharmonisan dan kerukunan di lingkungan masyarakat.

Segala cara meraih rezeki yang dibumbui dengan kedzaliman pasti akan menimbulkan sebuah problem di masyarakat. Kaum nabi Syuaib adalah salah satu contohnya, mereka terbiasa jika membeli sesuatu maka mereka minta timbangannya dipenuhkan sedangkan jika mereka menjual maka dengan seenaknya mereka mengurangi timbangan. Hal inilah yang kemudian mendatangkan adzab Allah sehingga mereka binasa.

Kelima : Mendapatkan rezeki yang halal merupakan bagian dari ketaatan seseorang kepada Allah dan rasul-Nya. Ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya akan membawa kepada kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akherat. “Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya maka sungguh ia mendapat keburuntungan yang agung.” (QS. Al Ahzab : 71). Seorang mukmin ketika mendapatkan rezeki yang halal, ia semakin bersyukur kepada Allah dan menggunakan rezeki tersebut untuk perkara yang maslahat bahkan jika hartanya berlebih dengan penuh ikhlas dia akan cinta berbagi dengan sesama dan memiliki jiwa filantropi.

Setelah seorang mendapatkan rezeki yang halal maka ada hal yang seharusnya diperhatikan :

  1. Hendaklah ia bersyukur. Hanya dengan bersyukurlah Allah akan menambah kenikmatan yang telah diperolehnya. “Jika kalian bersyukur maka (sungguh) Aku akan menambahkan kepada kalian, (tetapi) jika kalian mengkufuri maka sesungguhnya adzabKu sungguh pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
  2. Sebuah kesadaran bahwa harta yang diraihnya adalah atas taufiq Allah maka hendaklah seorang yang mendapatkan rezeki menyisihkan hartanya untuk orang yang membutuhkan; hal ini bisa berupa zakat yang hukumnya wajib atau berupa infaq atau sedekah. Hidup dengan berbagi semakin menguatkan tali silaturrahim.
  3. Janganlah ia merasa sombong dengan hartanya. Kesombongan hanya akan mendatangkan azab. Qarun adalah salah satu contoh keserakahan yang dimuat dalam Al Qur’an, ia seorang saudagar kaya sampai-sampai kunci gudangnya tidak ada yang bisa memanggul karena beratnya. Sayangnya ia sombong dengan kekayaannya maka Allah hancurkan ia dan hartanya dengan ditenggelamkan ke dalam tanah. Cukuplah kisah ini menjadi ibrah bagi kita semua jangan sampai kita mengulanginya.

Harta yang barakah bukan hanya sebuah benda yang secara jenisnya halal tapi cara memperolehnyapun harus dengan cara yang baik. Jika seorang makan daging halal tapi memperolehnya dengan cara mencuri maka status makanan tetap haram. Makanan yang haram inilah yang akan membuat hidup seseorang selalu resah dan gelisah.

Menjemput rezeki yang halal harus dengan penuh semangat. Rezeki adalah misteri kehidupan manusia, hanya Allah yang maha tahu berapa rezeki yang akan kita peroleh hari ini. Jangan pernah menyerah dalam berburu yang halal. Tetaplah bertawakal kepada Allah niscaya semua akan dimudahkan.

Dengan tawakal hidup jadi mudah. Contohlah burung yang setiap pagi hari dalam keadaan lapar mencari kesana kemari dan akhirnya sore sudah pulang dalam keadaan kenyang.

Tentu sebagai manusia jangan sampai kita kalah dengan burung yang ulet. Kita diberikan akal semestinya mampu mengeksplorasi alam ini sehingga menjadi kepemilikan bersama dan kita kelola untuk kemaslahatan bersama. Negeri kita yang makmur gemah ripah loh jinawi ini sungguh harus kita syukuri; salah satu bentuk ungkapan rasa syukur kita adalah dengan meningkatan amal ibadah kita kepada Allah, selain itu memanfaatkan waktu untuk bersilaturrahim  juga merupakan akhlaq yang mulia. Bersilaturrahim akan semakin memanjangkan umur kita dan akan menambah rezeki. Berbahagialah mereka yang hidupnya selalu penuh kedamaian, penuh optimisme dalam menghadapi masa depan.

Geliat ekonomi umat sekarang sungguh membahagiakan. Dimana-mana sudah mulai muncul kesadaran perlunya kita mengkonsumsi yang HALALAN & THOYYIBAN. Ini merupakan sebuah momen yang tepat untuk membangunkan kesadaran umat akan arti pentingnya hidup dengan berjamaah dalam kebaikan. Semoga kita semua senantiasa pilih produk yang halal, bangga dengan al Qur’an; dan berjaya dengan al Qur’an selalu. Amiin yaa mujibas sailiin.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *